LINGKARNEWS.COM – Anggota Komisi VII DPR RI Gandung Pardiman mendorong pemerintah untuk segera mengirimkan Daftar Inventaris Masalah (DIM) terkait penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) agar bisa segera selesai tahun 2022 ini.
Hal tersebut diungkapkan Gandung disela-sela Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka Kunjungan Kerja Legislasi RUU EBET Komisi VII DPR RI masa persidangan II Tahun Sidang 2022-2023 di Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta, Kamis 3 November 2022.
“Saya mohon kementerian terkait yang disebutkan dalam Surpres segera menyusun DIM dan kita bicarakan bersama mana yang setuju dan mana yang tidak setuju untuk diambil sebuah kesimpulan dan kesepakatan sehingga tidak terlalu lama agar RUU EBET bisa segera diparipurnakan,” tandas Gandung.
Politisi Fraksi Partai Golkar ini menambahkan agar jangan sampai pemerintah menunda-nunda lagi, tahun 2022 ini harus selesai sebagai hasil kerja legislasi Komisi VII DPR RI.
Ini ada Surat Presiden (Surpres) tapi tanpa DIM, kita akan mencari tahu siapa sebenarnya yang masih tidak setuju, kita harus tegas dan lugas untuk menggolkan RUU EBET ini.
“FGD ini akan menjadi bahan masukan berharga ketika nanti pemerintah mengirimkan DIM untuk didiskusikan. RUU EBET ini nasibnya seperti UU Batubara dulu, dimana banyak pihak yang setuju banyak pula yang tidak setuju.”
“Semua narasumber (pakar energi UGM) menyampaikan bahan yang berbobot dengan perspektif energi masa depan dibangun berdasarkan data dan fakta, memikirkan masa depan dan potensi bangsa Indonesia,” tandas Legislator Dapil Daerah Istimewa Yogyakarta ini.
“Menurut para pakar energi di UGM dan juga Komisi VII DPR RI setuju banyak manfaat yang luar biasa dari segi pertumbuhan ekonomi”
“terbukanya lapangan kerja, potensi pengelolaan sumber daya alam. Jika dibiarkan masalah pemanfaatan EBET ini maka negara ini akan bangkrut,” pungkas Gandung.
Peneliti Pusat Studi Energi (PSE) UGM Prof Deendarlianto menilai, untuk mencapai target pemerintah mencapai net zero emissions pada 2060 diperlukan peningkatan penggunaan bauran energi EBT 2,32 persen per tahun.
Setara 3-4 Giga Watt. Soal pengembangan manufaktur lokal untuk pengembangan pengunaan energi baru dan terbarukan ini disarankan menyesuaikan dengan area kebutuhan.
Contohnya, penggunaan panel surya dengan industri manufaktur berkembang di Jawa dan Riau.
Sedangkan, penggunaan panel surya lebih banyak diperlukan di Indonesia bagian timur.
Dari RUU ini, ia berpendapat, kita perlu memperkuat industri manufaktur nasional dengan menjadikan pengembangan SDM di pendidikan-pendidikan vokasi.
“Serta, regulasi pendukung sesuai proyeksi kemampuan industri dalam negeri dalam rangka meningkatkan kapasitas SDM dan kemandirian teknologi dan ekonomi nasional ,” tutup Deendarlianto.***
Klik Google News untuk mengetahui aneka berita dan informasi dari editor Lingkarnews.com, semoga bermanfaat.