LINGKAR NEWS – Akhirnya diumumkan tiga nama yang akan “digodok” Ketum Nasdem untuk kelak satu nama Capres 2024.
Ketiganya adalah Anies Baswedan, Andika Perkasa, dan Ganjar Pranowo.
Waktu untuk “merenung” Surya Paloh konon hingga akhir tahun.Tapi bahasanya tunggu hari baik, bulan baik.
Manuver cerdik dimainkan mantan politisi Partai Golkar ini. Meski nama-nama itu berdasar pengajuan dari DPW-DPW dalam Rakernas di Jakarta Convention Center (JCC) namun arah sudah jelas.
Ketika ajuan DPW-DPW adalah Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Erick Thohir, dan Andika Perkasa, maka saat diumumkan oleh Surya Paloh ternyata tiga nama itu adalah Anies Baswedan, Andika Perkasa, dan terakhir Ganjar Pranowo.
Anies adalah pilihan sejak awal Nasdem dengan alasan rasional elektabilitas tinggi dan dukungan muslim.
Andika adalah Panglima TNI sebagai “back up” penting kepemimpinan bangsa yang masih “nyambung” dengan Megawati dan Ganjar Pranowo merupakan “titipan” serta kepanjangan tangan kepentingan politik Jokowi.
Ketika nantinya pilihan akhir Anies Baswedan yang ditetapkan Capres oleh Partai Nasdem, maka Andika dapat dinegoisasi untuk Cawapres.
Tentu masuk dari pintu partai-partai lain yang menjadi koalisi Partai Nasdem. Ganjar Pranowo hanya untuk menjaga “hubungan baik” dengan Jokowi saja. Kelak dibuang.
PKS sulit keluar selain mendukung Anies Baswedan. Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) terpaksa setuju untuk mendukung Anies Baswedan pula.
Dan hanya akan mencoba melakukan tawar menawar untuk posisi Cawapres yang akan beradu kuat dengan kandidat Partai Demokrat jika Partai ini masuk dalam Koalisi pimpinan Partai Nasdem.
JK yang menyatakan bahwa bukan Partai besar sebagai penentu dari konfigurasi kepemimpinan politik tetapi Partai menengah, sebenarnya menjadi figur penting yang ikut menentukan konstelasi politik 2024 tersebut.
JK dan Surya Paloh memiliki hubungan yang sangat erat. Keduanya bahu membahu untuk menjadi “king maker” dalam proses politik menuju 2024.
Manuver politik cerdik Surya Paloh tentu sangat menguntungkan Partai Nasdem. Lawan politik agak kerepotan menghadapinya.
Pasangan Prabowo-Puan yang mungkin diusung Gerindra PDIP akan cukup berat. Begitu juga Ganjar-Erick dengan Erick yang hanya bermodal PKB sebagai “anggota Banser”.
Jangan lupa Cak Imin Ketum PKB juga berminat dan sedang bermain. Oligarki khususnya taipan kelak akan lebih mengikuti selera pasar.
Itu semua berkisah pada bandelnya MK untuk tetap menolak sejuta gugatan Presidential Threshold 20 %. Jika PT 0 % tentu konstelasi akan berubah.
Begitu juga jika ternyata Jokowi tidak mampu bertahan hingga tahun 2024. Mundur sebelum itu. Ada kalkulasi baru dan figur-figur lain yang akan ikut meramaikan.
Apapun itu, manuver politik Surya Paloh hingga saat ini dapat dinilai cukup cerdik khususnya dalam upaya untuk menggerakkan roda “restorasi” yang selalu diteriakannya.
Asal saja Surya Paloh tidak terjebak pada apa yang ia sendiri mengkritiknya bahwa sistem politik saat ini bersifat kapitalistik dan liberalistik.
Adakah Partai Nasdem mampu mendobrak? Atau masih merupakan bagian bahkan, lebih parahnya, justru menjadi lokomotif dari sistem politik kapitalistik dan liberalistik tersebut?
Kita masih menunggu perkembangan berikut.
Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan***