LINGKAR INDONESIA – Ritual Kendi Nusantara telah dilaksanakan dengan suasana “khusyu” untuk tidak menyebut “mistis” atau “klenik”.
Ada juga yang menyatakan “irasional” untuk tidak menyebut “primitif” dan “bodoh”. Slogan Indonesia Maju nyatanya Indonesia bergerak mundur.
IKN baru yang konon akan menjadi “smart city” indikasinya justru diawali oleh perilaku “stupid citizens”.
Gubernur membawa tanah dan air, mau maunya. Rasanya terpaksa. Seperti perintah Raja yang sedang minta simbol kepatuhan adipati.
Filosofi bisa dibuat-buat padahal tidak ada relevansinya. Dengan mengumpulkan tanah dan air lalu memasukkan ke dalam kendi, maka menjadi hebat kah Indonesia?
Makmur dan sejahtera rakyat kah? Mimpi kalee. Meskipun didalam do’a dan ungkapan mengaitkan dengan Ketuhanan Yang Maha Esa, Tuhan mana yang mengajarkan ritual tanah dan air dalam kendi ?
Karena Presiden dikenal sebagai muslim yang dalam hal ini bertindak sebagai “komandan upacara” maka sebagian rakyat muslim dapat melihat siapa sebenarnya sang Presiden itu.
Hakekatnya Allah SWT sendiri yang semakin memperlihatkan “wajah” nya melalui fenomena perjalanan kepemimpinan yang semakin semrawut.
Mutakhir adalah ritual Kendi Nusantara di tengah hutan untuk keselamatan, kesuburan, kemakmuran atau lain-lainnya dari Ibu Kota Negara baru. Sangat mistis.
Awalnya dahulu saat pelantikan Presiden 20 Oktober 2019, mistik-mistik juga mewarnai.
Paranormal Ki Sabdo “mengawal” pelantikan dengan “memasok” makhluk halus seperti Nyi Loro Kidul, Nyi Blorong, dan Jin Kahyangan. Pengakuan Ki Sabdo “ritual” itu atas perintah Jokowi.
Saat itu tidak ada komentar dari Presiden dibiarkan publik untuk menilai dan menduga kemistikan tersebut.
Ki Sabdo dibiarkan ngoceh dari awalnya khidmah melayani hingga nantinya mengutuk keras karena merasa “tidak dibayar”. Meramalkan Jokowi akan jatuh.
Kini dalam kasus IKN baru, Jokowi terang-terangan mengomando ritual mistik. Rakyat melihat dan membaca. Dunia ikut mengintip.
Berkemah di titik nol di tengah hutan membuat rakyat mengurut dada dan berujar Presiden kurang kerjaan. Mistik dan kebodohan kok diperlihatkan.
Membela dan mengabdi untuk tanah air itu dengan bekerja dan berkorban. Bukan dengan memerintahkan para adipati mengumpulkan tanah dan air untuk kemudian memasukkan ke dalam kendi.
Apalagi realitanya tanah dan air di negeri ini justru telah habis dibagi bagi untuk para kroni.
Tersisa tinggal 2 kg tanah dan 1 liter air yang secara simbolis dibawa oleh para Gubernur seluruh Indonesia.
Indonesia sebagai Negara Kesatuan harus berbasis persatuan dengan kesadaran rasional akan pentingnya untuk bersatu melawan kaum penjajah yang telah menguras tanah dan air Indonesia saat ini.
Tidak bisa diselesaikan hanya dengan menyatukan tanah dan air dalam kendi.
Janganlah NKRI diubah oleh Pak Jokowi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi Negara Kendi Republik Indonesia.
NKRI itu harga mati.
Opini: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan