LINGKAR NEWS – Peneliti Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) Aqidatul Izza Zain menyayangkan kandidasi capres-cawapres prosesnya tidak melalui mekanisme terbuka.
Proses kandidasi yang dilakukan oleh partai politik atau gabungan partai politik memang cenderung tertutup.
“Ini tertutup dan biasanya didominasi oleh elit-elit partai politik itu sendiri. Jadi, elit partai yang akan menentukan capres-cawapres.”
“Sering kali, kader partai politik kurang atau tak dilibatkan dalam proses kandidasi itu.”
“Sehingga sulit untuk memunculkan nama baru atau capres-cawapres alternatif,” kata Izza.
Ia menilai, di satu sisi hal ini merupakan konsekuensi dari presidential treshold atau ambang batas pencalonan capres-cawapres yang mensyaratkan 20 persen kursi partai di DPR.
Karena itu, di sisi lain mestinya partai politik membuka opsi mekanisme kandidasi capres-cawapres secara terbuka di internal partai.
Izza mendorong partai untuk menerapkan mekanisme lain dalam proses kandidasi capres dan capawres.
“Misalnya saja dengan mekanisme konvensi atau menggelar pemilu pendahuluan di internal partai politik atau gabungan partai politik itu sendiri,” imbuh Izza.
“Lalu perlu dipastikan capres-cawapres itu lahir dari proses demokrasi yang sah di internal partai.”
“Dengan begitu membuka ruang untuk berdemokrasi jadi lebih luas, dari anggota parpol bahkan hingga simpatisan.”
“Dari mekanisme ini kemudian diharapkan dapat memunculkan capres-cawapres alternatif,” pungkas dia.
Aqidatul Izza Zain menyampaikan hal itu dalam diskusi publik bertajuk “Jokowi Cawapres 2024 vs Capres-Cawapres Alternatif”, pada Rabu, 21 September 2022, di Jakarta. ***