LINGKAR INDONESIA – Tentu aneh jika ibadah itu membingungkan. Bagi pelaksana ibadah yang khusyu dan ikhlas ibadah itu menenangkan dan menyenangkan. Iman yang kuat menjadi modal bagi petunjuk dari Allah SWT.
Muslim diingatkan bahwa taat beribadah itu menjadi sebab bimbingan Allah SWT. Artinya tidak mungkin dibuat bingung.
“falyastajiibuu lii wal yu’minuu bii la’allahum yarsyuduun”–maka ikuti syari’at-Ku dengan iman kepada-Ku, niscaya mereka akan terbimbing dan tercerahkan (QS 2: 186).
Lebih jelas “alaa bidzikrillahi tathmainnul quluub”–ketahuilah dengan ingat (ibadah) kepada Allah maka akan tenang jiwa/hati (QS 13: 28).
Ibadah itu dapat membuat bingung jika ada motif atau terdapat banyak pertimbangan untuk melaksanakan ibadah tersebut.
Apakah motif politik, pertimbangan harga diri, atau mengarusutamakan pencitraan.
Fenomena Presiden Jokowi melaksanakan shalat Ied 1443 H di Yogyakarta cukup menarik. Netizen banyak yang melemparkan kritik.
Mengapa tidak shalat bersama Menteri dan pejabat tinggi lain di Masjid Istiqlal Jakarta? Masjid Negara di Ibukota.
Usut punya usut rupanya dugaan kuat hal ini berhubungan dengan penyelenggaraan ibadah shalat Ied di Jakarta International Stadium (JIS) yang dihadiri oleh Anies Baswedan.
Jika shalat di Masjid Istiqlal dan jumlah jama’ah tidak semembludak di JIS, maka publik termasuk media akan membandingkan pengaruh dan wibawa kedua pejabat Jokowi dan Anies.
Rupanya ibadah shalat Ied saat ini membingungkan pak Presiden. Dan hal Ini tentu menyangkut prestise politik sang Presiden sendiri.
Jika Jokowi konsisten “bersahabat” dengan Anies sebagaimana kunjungan ke Sirkuit Formula E Ancol yang lalu yakni dengan melaksanakan shalat Ied di JIS, maka lagi-lagi publik dan media akan menilai “kekalahan” kesekian kali Jokowi.
Di samping tentu akan menuai marah dari kubu Megawati yang semakin kurang akur akhir-akhir ini.
Pilihan politik atas kondisi yang membingungkan ini ya hengkang dari Jakarta menuju Istana Yogyakarta.
Mengapa bukan Surakarta kampung halamannya? Ini pun membingungkan sebab jika “mudik” ini terjadi, akan melanggar fatsoen lebaran.
Yaitu anak yang pulang untuk berkumpul dengan orang tuanya bukan ayah bunda yang pulang ke rumah anaknya.
Kata Wamenag alasan shalat Ied di Yogyakarta karena Jokowi ingin menyapa warga dan Yogyakarta pernah menjadi Ibu Kota Negara.
Entah relevan atau tidak alasan ini faktanya Jokowi tidak shalat di Jakarta.
Para Menteri juga bertebaran shalat di mana mana, terpisah dan terpecah-pecah. Magnet Wapres KH Ma’ruf Amien yang shalat di Istiqlal tidak begitu kuat.
Pikiran nakal bisa juga muncul, jangan-jangan pilihan shalat di Yogyakarta itu akibat dari bisikan gaib.
Yogya tempat yang pernah menjadi ibu kota lama dan ingin memiliki ibu kota baru. Untung tidak ada bisikan untuk sholat Ied di IKN Kalimantan.
Jama’ah terbatas atau seorang diri. Selfi lagi. Bisa berabe menghadapi komentar publik kalau begini.
Pandangan Wakil Ketua MPR Fadel Muhammad yang menyayangkan Presiden tidak shalat Ied di Istiqlal sangat wajar.
Semestinya Jokowi menang harus mendeklarasikan diri tetap sebagai Presiden Republik Indonesia yang berkedudukan di Jakarta, bukan warga negara biasa yang harus ikut-ikutan mudik.
Lucunya baru Prabowo yang menghadap dan berhalal bil halal di Istana Yogyakarta. Mungkin ada maunya, nih.
Presiden minta rakyat berhalal bil halal tanpa makan dan minum, tapi di Yogyakarta Jokowi dan Prabowo berhalal bil halal dengan makan dan minum hidangan opor dan tempe bacem.
Membingungkan. Dari urusan ibadah hingga makan minum ternyata membingungkan.
Semoga bangsa Indonesia kelak tidak memiliki pemimpin yang terus menerus bingung apalagi linglung.
Opini: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan.***