LINGKAR NEWS – Kabar perihal pencopotan Hakim MK Aswanto oleh DPR benar- benar telah mengganggu nalar sehat publik.
Bagaimana bisa parlemen yang merupakan lembaga politik dapat memberhentikan seorang hakim agung di institusi Mahkamah Konstitusi (MK)
Pencopotan Hakim MK, Aswanto yang dilakukan secara mendadak oleh Komisi 3 DPR menggemparkan publik tanah air.
Dalam keterangannya kepada media Ketua Komisi 3 DPR RI Bambang Wuryanto mengatakan bahwa hakim agung Aswanyo dicopot oleh DPR karena kinerjanya yang mengecewakan DPR.
Hakim Aswanto dianggap oleh DPR banyak membatalkan secara sepihak produk UU yang dibuat oleh DPR.
Ini adalah sebuah pernyataan yang sangat fatal yang disampaikan oleh anggota Dewan terkait kewenangan DPR yang bisa memberhentikan seorang Hakim Agung.
Apa yang dilakukan oleh DPR ini jelas jelas telah melanggar hukum dan mengganggu independensi peradilan.
Bagaimana mungkin seorang Hakim Konstitusi bisa diberhentikan oleh DPR. Apalagi alasannya karena yang bersangkutan banyak menganulir produk DPR.
Bukankah justru ketika UU yang dibuat DPR itu digugat oleh masyarakat melalui Judicial Review ke MK dan setelah ditelaah ternyata ada hal hal yang memang melanggar dan tidak sesuai dengan konstitusi dan UUD 1945, kemudian UU tersebut dibatalkan.
Bukankah MK telah menjalankan tugas dan wewenangnya dalam menjaga konstitusi di tanah air dan sebagai kontrol terhadap produk produk perundang undangan yang dihasilkan oleh parlemen.
Pemberhentian hakim konstitusi ini cacat secara hukum, karena tidak memiliki dasar hukum yang membenarkan.
Pasal 87 huruf b UU Nomor 7 tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyebutkan bahwa Hakim Konstitusi yang sedang menjabat dan dianggap memenuhi syarat menurut Undang-Undang ini dan mengakhiri masa tugasnya sampai usia 70 (tujuh puluh) tahun.
Atau selama keseluruhan masa tugasnya tidak melebihi 15 (Iima belas) tahun. Ketentuan ini sekaligus menghapus periodisasi jabatan hakim konstitusi.
Selain itu pemberhentian Aswanto sebagai hakim konstitusi juga merupakan bentuk kesewenang-wenangan.
Sebab yang bersangkutan tidak melakukan perbuatan tercela, tidak melanggar hukum atau etik, atau tidak juga melanggar sumpah jabatan.
Hal-hal itulah yang dapat menjadi dasar pemberhentian seorang hakim konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 23 UU MK.
Sedangkan alasan yang dikemukakan oleh Komisi III DPR, yaitu yang bersangkutan membatalkan undang-undang yang dibentuk oleh DPR
Tidak dapat dibenarkan untuk dijadikan dasar pemberhentian seorang hakim konstitusi ini adalah alasan yang sangat mengada ada.
Alasan DPR mencopot Hakim MK Aswanto ini semakin menunjukkan betapa arogannya institusi DPR saat ini.
Apa yang dilakukan DPR tersebut menunjukkan abuse of power lembaga parlemen ini bahkan bisa dengan mudahnya mengintervensi institusi peradilan yang mestinya steril dari hal hal politis.
Apa yang telah dilakukan DPR ini sangat berbahaya bagi demokrasi di Indonesia.
Tindakan kesewenang wenangan DPR ini harus dilawan karena jika tidak maka Indonesia akan dikuasai oleh kekuasaan yang tanpa batas.
Bahkan tidak masalah jika harus menabrak dan melanggar konstitusi, karena toh jika dievaluasi oleh hakim konstitusi, maka hakim konstitusi tersebut bisa diberhentikan.
Apalagi Ketua Mahkamah Konstitusi saat ini juga adalah adik ipar dari presiden semakin sempurnalah kemunduran hukum dan moral etik di Republik ini.
Opini: Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institite.***
Klik Google News untuk mengetahui aneka berita dan informasi dari editor Lingkarnews.com, semoga bermanfaat.