LINGKARNEWS.COM – Pengacara papan atas, Kamaruddin Simanjuntak, mengadukan Tim Penyidik Pidana Khusus pada Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah ke Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (Komjak RI).
Penyebabnya, Tim Pidsus diduga telah melakukan kriminalisasi terhadap kliennya, yakni Agus Hartono dari PT Citra Guna Perkasa yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi.
Padahal menurut Kamaruddin tidak ada kerugian negara dalam kasus kliennya tersebut.
Atas alasan itu pula, pengacara berkumis tebal yang namanya melambung di kasus pembunuhan Brigadir Yoshua ini meminta perlindungan hukum dan keadilan.
Yaitu ke Komisi Kejaksaan RI untuk dilakukan Audit Investigasi atas kasus hukum yang menimpa kliennya tersebut.
“Kami datang ke sini (Komisi Kejaksaan) untuk meminta keadilan atas klien kami telah menjadi korban dugaan kriminalisasi oleh penyidik khusus korupsi pada Kejati Jateng,” ucap Kamaruddin Simanjuntak.
Kamaruddin menyampaikan hal itu pada awak media di Kantor Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, Jumat, 18 November 2022.
Kamaruddin datang ke Komisi Kejaksaan RI bersama kliennya, Agus Hartono dari PT Citra Guna Perkasa. Agus merupakan eks debitur/nasabah Bank Mandiri.
Dia menjelaskan kliennya secara pribadi bertindak sebagai Avalis atau Penjamin atas hutang piutang perusahaan dalam pemberian Fasilitas Kredit oleh Bank Mandiri selaku Kreditur.
“Klien kami menyerahkan beberapa bidang obyek tanah dan bangunan bersertifikat untuk dinilai oleh Tim Penilai Aset atau Jasa Appraisal yang ditunjuk oleh Bank Mandiri,” ujarnya.
Selaku Kreditur, kata Kamaruddin, pihak Bank Mandiri telah menilai beberapa bidang obyek tanah dan bangunan milik kliennya dengan penilaian sangat laik.
“Dan pasca dinilai oleh Tim Penilai Aset atau Jasa Appraisal yang dihunjuk oleh Bank Mandiri laik untuk mendapatkan hutang/fasilitas kredit, dan pasca menjalani berbagai macam proses & seleksi, maka pinjaman pun telah dicairkan ke perusahaan,” jelasnya.
Kamaruddin menyampaikan dalam proses selanjutnya kliennya telah melepaskan saham dan pengurusan pada Perusahaan Debitur dari Bank Mandiri.
Sehingga secara hukum, tidak ada lagi hubungan hukum antara kliennya dengan perusahaan selaku debitur dari Bank Mandiri
“Namun terkait obyek tanah dan bangunan yang menjadi Jaminan Hutang Piutang Bank Mandiri selaku Kreditur, tetap melekat dan/atau tidak dilepaskan oleh Klien kami,” katanya.
Dalam perjalanan, kata Kamaruddin, diduga terjadi sesuatu hal di mana perusahaan selaku debitur dari Bank Mandiri, telah dimohonkan pailit oleh pihak ketiga.
“Diduga perusahaan dimaksud juga memiliki hutang piutang dengan pihak ketiga bank lainnya,” jelas Kamaruddin.
Akan tetapi, pengurusan asset budel perusahaan pailit dimaksud telah jatuh ke tangan Kurator untuk menjual dan/atau melelang seluruh asset-asset perusahaan guna dibagikan kepada para Kreditur.
“Dengan kata lain, pengurusan semua budel perusahaan pailit telah berada ditangan kurator, bukan lagi ditangan pengurus perusahaan dan/atau bukan ditangan klien kami,” paparnya.
Namun karena diajukannya pailit bersamaan dengan terjadinya Covid-19, kurator tidak mudah menjual dan/atau melelang semua budel perusahaan pailit yang akan dibagi-dibagikan kepada para kreditur.
Termasuk kepada Bank Mandiri selaku kreditur yang diutamakan selaku pemberi fasilitas kredit.
“Klien kami adalah juga korban dari adanya pailit dimaksud. Terbukti klien kami selaku avalis atau penjamin hutang piutang perusahaan.”
“Sampai saat ini belum juga mendapatkan ganti rugi atas obyek jaminan hutang piutang perusahaan dimaksud dengan Bank Mandiri selaku kreditur.”
“Karena kurator masih belum berhasil untuk melakukan lelang atas obyek atau asset milik perusahaan terpailit,” ujarnya.
Kamaruddin menyebut kliennya telah dijadikan tersangka dugaan tindak pidana korupsi atas perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit.
Yaitu fasilitas kredit PT. Bank Mandiri (persero) tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk, PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk, Kantor Cabang Semarang, yang dilakukan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah.
Kamaruddin merasakan ada hal yang tidak wajar atas penetapan status tersangka kliennya, yang bila dikaji dari aspek hukum maupun fakta-fakta hukum yang ada.
“Klien kami merasakan ada hal yang janggal, dan ketidakadilan serta aroma kesewenang-wenangan yang telah dilakukan oleh tim penyidik pidana. Klien kami merasa dikriminalisasi,” tegasnya.
Kejanggalan dimaksud Kamaruddin itu sangat beralasan lantaran dia menilai Kurator selaku penguasa mutlak atas budel kepailitan dalam pengawasan Hakim Pengawas atas budel kepailitan perusahaan pailit, belum berhasil menjual semua asset-asset perusahaan selaku termohon pailit.
Dikatakan Kamaruddin, sepengetahuan kliennya, pemberian fasilitas kredit merupakan ranah peristiwa keperdataan.
Yaitu pinjam-meminjam yang didasari kepada kepercayaan melalui proses yang panjang dan ditindaklanjuti dengan pembuatan perjanjian kredit.
“Lalu, lalu mengapa ketika debitur dinyatakan pailit oleh pihak ketiga, lalu akibat hukumnya menjadi dugaan tindak pidana lorupsi melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor. Dimana letaknya keadilan?” pungkasnya. ***
Klik Google News untuk mengetahui aneka berita dan informasi dari editor Lingkarnews.com, semoga bermanfaat.