LINGKAR NEWS – Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman, menanggapi pernyataan Polda Riau terkait masalah pidana illegal mining dan operasi tangkap tangan (OTT).
Pada Selasa, 17 Mei 2022, Yusri Yunus menyayangkan pernyataan Polda Riau tersebut.
“Jika Direskrimsus Polda Riau mengatakan pihaknya menunggu keterangan ahli, mengapa Direskrimsus berani mengeluarkan pernyataan itu di media lebih dini, apa tidak membuat publik bingung?,” ungkap Yusri.
Pada Senin (16/5/2022), dalam jumpa pers yang dihadiri Kabid Humas Polda Riau Kompol Sunarto, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Riau Kombes Pol Ferry Irawan menyampaikan pernyataan.
Ferry menyebut, menurut Undang Undang Minerba, jika kegiatan yang tertangkap tangan melakukan aktivitas, baru bisa masuk unsur pidananya.
Menurut Yusri soal tertangkap tangan atau _’op heterdaad’_ itu adalah mengenai kecukupan bukti permulaan untuk bisa langsung diadakan penyidikan termasuk upaya paksa langsung ditahan.
Jika ancaman pidana atau perbuatannya memenuhi ketentuan pasal 21 ayat 4 KUHAP.
Jadi kalaupun tidak tertangkap tangan, penyelidikan bisa dilakukan untuk mencari dan menemukan bukti permulaan yang cukup untuk ditingkatkan ke penyidikan.
“Kan banyak saksi termasuk pembeli atau penadah material hasil penambangan ilegal itu, pihak pengangkut dan seterusnya, alat bukti fisik masih ada berupa bekas galian dan lain-lain.”
“Terduga pelaku sendiri sudah membuat surat pengakuan melakukan perbuatan itu meskipun kemudian dicabut tanpa alasan yang sah menurut hukum yang jelas mereka tidak dipaksa membuat surat itu,” lanjut Yusri.
Mengenai kasus dugaan tambang ilegal PT Batatsa Tunggal Perkasa dan PT Bahtera Bumi Melayu tersebut, Yusri membeberkan, CERI lah yang pada awalnya melapor ke Inspektur Tambang Provisi Riau.
Awalnya CERI mendatangi kantor Inspektur Tambang Riau di Jalan Arifin Ahmad pada 7 Januari 2022. Lantaran tidak bertemu dengan inspektur tambang.
CERI lantas berkomunikasi dengan Inspektur Tambang Provinsi Riau Diary Sazali Puri Dewa Tari melalui sambungan telepon.
“Kami sampaikan laporan tersebut ke Inspektur Tambang Riau. Laporan kami tersebut berdasarkan informasi yang kami peroleh dari masyarakat dan kami juga telah turun ke lapangan.”
“Selain itu juga karena adanya laporan penghentian operasi terhadap kedua IUP tersebut atas perintah Dinas Lingkunga Hidup Kabupaten Rokan Hilir pada 6 Desember 2021, karena belum ada ijin lingkungannya,” ungkap Yusri.
“Laporan kami tersebut kemudian ditindaklanjuti Inspektur Tambang Riau. Lantas mereka memanggil kedua perusahaan itu.”
Pada tanggal 11 Januari 2022 pagi dihadiri dari Ditreskrimsus Polda Riau, kedua perusahaan itu membuat pernyataan bahwa mereka akan menghentikan kegiatan pengurugan tanah.
Namun pada sore harinya, mereka kembali membuat pernyataan di atas meterai yang mencabut pernyataan mereka pada 11 Januari 2022 pagi itu, apakah tindakan itu sama saja membangkang pada aparat penegak hukum?”, ungkap Yusri.
Inspektur Tambang Riau mengirim semua pernyataan kedua perusahaan tersebut kepada CERI, termasuk pernyataan yang mencabut pernyataan awalnya itu.
Mungkin karena ada pencabutan surat pernyataan itulah kemudian menurut Yusri, Inspektur Tambang Riau mengundang Ditreskrimsus Polda Riau untuk meninjau lokasi kedua tambang tersebut di Kabupaten Rohil pada 12 Januari 2022.
Bahkan menurut Yusri, pada saat Inspektur Tambang dengan pihak petugas Polda ada di lokasi, sekitar jam 15.51 WIB, ia sempat bertanya pada Inspektur Tambang apakah perusahan tersebut masih melawan? Inspektur Tambang pun menjawab, masih.
Yusri kemudian bertanya lagi, petugas Polda apa sikapnya? “Inspektur tambang hanya menjawab kami masih di lapangan,” tutur Yusri.
Semua dialognya dengan Inspektur Tambang Riau itu menurut Yusri masih tersimpan hingga saat ini.
“Jika diperlukan siap diperlihatkan,” kata Yusri.
Sehingga kata Yusri, jika penjelasan Humas Polda kemaren di lapangan bahwa tidak ada kegiatan apapun, apa mungkin Inspektur Tambang berbohong kepadanya?
Tim CERI dan LPPHI pada 21 Januari 2022 juga melihat dan mendokumentasikan langsung bekas lokasi pengurugan tanah di Banjar XII Kecamatan Tanah Putih Rokan Hilir.
Kegiatan pengurugan tanah oleh PT BTP dan PT BBM menurut Yusri setidaknya selain diduga melanggar Pasal 160 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba dan telah melanggar Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH.
Karena beroperasi tanpa ijin lingkungan, jika tak bayar pajak tambang, maka termasuk melanggar Peraturan Gubernur tentang pajak dan retribusi daerah.
PT BTP dan PT BBM diketahui memasok tanah urug untuk kebutuhan penyiapan wellpad PT Pertamina Hulu Rokan melalui vendor PT Rifansi Dwi Putra.
Hal ini juga dibenarkan Direskrimsus Polda Riau saat jumpa pers di Pekanbaru, Senin 16 Mei 2022.***